VOKASI NEWS – Tingkat kesiapan radiografer di Surabaya pada penggunaan Artificial Intelligence (AI) modalitas radiodiagnostik, hasil penelitian mahasiswa Vokasi UNAIR.
Perkembangan AI dalam Radiologi dan Tantangannya
Perkembangan teknologi dalam bidang radiologi semakin pesat dengan diterapkannya Artificial Intelligence (AI) dalam berbagai modalitas pencitraan medis. AI berpotensi meningkatkan akurasi diagnosis, efisiensi kerja, dan mengurangi kesalahan manusia dalam interpretasi hasil radiodiagnostik. Namun, penerapan AI juga menghadirkan tantangan, terutama dalam hal kesiapan tenaga kesehatan, termasuk radiografer, dalam mengadopsi teknologi ini.
Berkaitan dengan hal itu, Mahasiswa Fakultas Vokasi UNAIR pun melakukan penelitian. Studi tersebut dilakukan untuk menganalisis tingkat kesiapan radiografer di Surabaya terhadap penggunaan AI dalam modalitas radiodiagnostik seperti CT-Scan, MRI, dan C-Arm, menggunakan metode Technology Readiness Index (TRI) 2.0.
Peran AI dalam Radiodiagnostik dan Kesiapan Radiografer
AI dalam radiologi memungkinkan deteksi dini kelainan, meningkatkan efisiensi pencitraan medis, serta memberikan interpretasi awal gambar medis untuk mendukung pengambilan keputusan klinis. Penggunaan AI pada CT-Scan, MRI, dan C-Arm bertujuan meningkatkan akurasi diagnosis serta mengurangi beban kerja radiografer.
Meskipun AI menawarkan berbagai manfaat, peran radiografer tetap penting dalam menjaga kualitas pencitraan dan validasi hasil analisis AI. Pengawasan manusia diperlukan untuk menghindari kesalahan interpretasi serta memastikan hasil pencitraan sesuai dengan kondisi klinis pasien.
Dalam konteks kesiapan teknologi, Technology Readiness Index (TRI) 2.0 digunakan untuk mengukur kesiapan individu dalam mengadopsi teknologi baru. TRI 2.0 mengevaluasi empat faktor utama:
- Optimism: Kepercayaan bahwa teknologi dapat meningkatkan kualitas kerja.
- Innovativeness: Kecenderungan untuk mencoba teknologi baru.
- Discomfort: Perasaan tidak nyaman dalam menggunakan teknologi.
- Insecurity: Rasa tidak aman terhadap keandalan teknologi.
Studi ini menemukan bahwa tingkat kesiapan radiografer di Surabaya masih tergolong rendah (Low Technology Readiness). Faktor optimism memiliki pengaruh dalam penggunaan AI pada CT-Scan, MRI, dan C-Arm, sedangkan innovativeness, discomfort, dan insecurity menunjukkan pengaruh yang berbeda pada setiap modalitas. Meskipun ada kesadaran terhadap manfaat AI, masih terdapat tantangan dalam adopsinya.
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Radiografer
Berdasarkan hasil penelitian, faktor optimism berperan penting dalam kesiapan radiografer dalam menghadapi AI. Radiografer yang memiliki tingkat optimisme tinggi lebih cenderung menerima AI sebagai alat bantu yang meningkatkan efisiensi dan akurasi diagnosis.
Sebaliknya, faktor innovativeness, yaitu kecenderungan mencoba teknologi baru, tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kesiapan radiografer dalam penggunaan AI pada CT-Scan. Hal ini dapat disebabkan oleh keterbatasan pelatihan atau pengalaman dalam menggunakan AI secara langsung. Namun, faktor ini berpengaruh terhadap MRI dan C-Arm, yang membutuhkan teknologi pendukung lebih kompleks.
Faktor discomfort, yang mengacu pada ketidaknyamanan dalam menggunakan teknologi baru, tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kesiapan radiografer dalam penggunaan AI pada CT-Scan. Namun, faktor ini berpengaruh pada MRI dan C-Arm, menunjukkan bahwa tingkat kompleksitas modalitas tersebut dapat menimbulkan rasa tidak nyaman bagi radiografer yang belum terbiasa dengan AI.
Faktor insecurity, atau rasa tidak aman dalam menggunakan AI, berpengaruh terhadap kesiapan penggunaan AI pada MRI dan C-Arm, tetapi tidak pada CT-Scan. Ketidakpastian terhadap keakuratan hasil AI dan potensi penggantian peran manusia dalam pencitraan medis menjadi hambatan utama dalam adopsi teknologi ini. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman dan keterampilan radiografer terhadap AI guna mengurangi rasa tidak aman dalam penggunaannya.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Tingkat kesiapan radiografer di Surabaya terhadap penerapan AI dalam modalitas radiodiagnostik masih tergolong rendah. Meskipun optimism menjadi faktor utama yang mendorong penerimaan teknologi, hambatan seperti kurangnya inovasi, ketidaknyamanan, dan rasa tidak aman masih menghambat adopsi AI dalam praktik radiologi.
[BACA JUGA: Insan Kampus Berkontribusi untuk Negeri: Dialog Inspiratif Dekan Vokasi UNAIR di Radio Suara Muslim]
Diperlukan pelatihan dan edukasi yang lebih komprehensif agar radiografer dapat beradaptasi dengan perubahan teknologi dan memanfaatkan AI secara optimal dalam praktik radiologi. Dengan peningkatan pemahaman dan keterampilan, diharapkan radiografer dapat lebih siap dalam mengintegrasikan AI guna meningkatkan kualitas layanan kesehatan.
***
Penulis : Alrin Leonanda Aprillia Latupeirissa
Pembimbing : Amilia Kartikasari dan Fira Khadijah
Program Studi : D-IV Teknologi Radiologi Pencitraan