VOKASI NEWS – Bayangkan ada cahaya hijau berpendar di bawah mikroskop, berkelap-kelip di antara sel-sel manusia. Cahaya itu bukan sekadar pemandangan cantik — ia adalah tanda bahwa sistem kekebalan tubuh seseorang mungkin sedang “salah sasaran.” Itulah yang terlihat dalam pemeriksaan ANA IF (Antinuclear Antibody – Indirect Immunofluorescence), sebuah tes laboratorium yang membantu dokter mendeteksi penyakit autoimun sejak dini.
Penyakit autoimun terjadi ketika sistem imun, yang seharusnya melindungi tubuh, justru menyerang jaringan tubuhnya sendiri. Hasilnya bisa berupa peradangan kronis, nyeri sendi, ruam kulit, atau bahkan kerusakan organ. Salah satu penyakit autoimun yang paling dikenal adalah Lupus Eritematosus Sistemik (LES). Meskipun begitu, autoimun juga mencakup kondisi seperti Sjögren Syndrome, Skleroderma, hingga Penyakit jaringan ikat campuran (MCTD). Karena gejalanya sering mirip dengan penyakit lain, dokter membutuhkan pemeriksaan khusus seperti ANA IF untuk menyingkap apa yang terjadi di dalam tubuh.
Sistem Kerja Tes ANA IF
Tes ini bekerja dengan mencari antibodi antinuklear (ANA) di dalam darah — antibodi yang terbentuk ketika sistem imun keliru mengenali inti sel tubuh sebagai ancaman. Prosesnya cukup menarik. Serum darah pasien diteteskan ke slide kaca berisi sel manusia jenis HEp-2, lalu diinkubasi agar antibodi yang ada dapat menempel pada inti sel jika memang ada aktivitas autoimun. Setelah itu, ditambahkan antibodi sekunder yang diberi zat pewarna fluoresen bernama FITC (fluorescein isothiocyanate). Saat diamati di bawah mikroskop fluoresen, zat ini memancarkan cahaya hijau terang, menandakan antibodi telah menempel pada inti sel.
Cahaya yang muncul bukan hanya bukti reaksi kimia, tapi juga “kode” biologis. Setiap pola cahaya punya makna tersendiri: pola homogen sering muncul pada pasien lupus, speckled (berbintik) bisa menandakan Sjögren Syndrome, nukleolar menunjukkan kemungkinan skleroderma, dan centromere menjadi ciri khas sindrom CREST. Pola-pola ini membantu dokter menebak penyakit mana yang sedang bekerja di balik layar tubuh pasien.

Keuntungan Pemeriksaan ANA IF
Menariknya, pemeriksaan ANA IF memiliki sensitivitas tinggi, sehingga sering digunakan sebagai tes skrining awal. Jika hasilnya positif, dokter biasanya akan melanjutkan dengan pemeriksaan yang lebih spesifik seperti anti-dsDNA atau ENA panel untuk memastikan diagnosis. Tes ini juga bermanfaat untuk memantau perkembangan penyakit autoimun dan melihat seberapa baik pasien merespons pengobatan.
Melalui cahaya fluoresensi yang tampak di bawah mikroskop, dunia medis dapat melihat sesuatu yang tak terlihat oleh mata manusia — aktivitas halus dari sistem imun yang mulai menyerang dirinya sendiri. Tes ANA IF bukan hanya sekadar pemeriksaan laboratorium, tetapi juga jendela kecil yang membuka wawasan tentang bagaimana tubuh manusia bisa berbalik melawan dirinya.
Cahaya hijau yang berpendar itu adalah peringatan sekaligus harapan. Peringatan bahwa tubuh sedang berjuang melawan dirinya sendiri, dan harapan karena dengan deteksi dini melalui ANA IF, penyakit autoimun bisa dikenali lebih cepat, ditangani lebih tepat, dan kehidupan pasien bisa kembali bercahaya seperti sinar fluoresensi di balik mikroskop.
BACA JUGA: [Ngopi, Ngobrol, Ngaji – Cara Asik Menemukan Cahaya Hati di “Light Up! Muslim”]
***
Penulis: Rani Yusrini Ramadhani, Lukita Dwi Pratista Diyas, Tsabitha Safira Neil Edlyn, Salsabila Windasari
Editor: Puspa Anggun Pertiwi



