VOKASI UNAIR

Sri Endah Nurhidayati, dari Wartawati Pedesaan Kini Jadi Pengamat dan Praktisi Wisata Desa

#Repost

Ia mengawali karirnya sebagai wartawati majalah Tilik Desa, terbitan Surabaya. Sebagai wartawati yang blusukan keluar masuk desa, lambat laun dia mempunyai kepedulian pada potensi desa, baik dari sisi ekonomi, budaya dan pariwisata. Bermodal pengalaman tersebut kini dia menjadi salah satu pengamat dan praktisi pariwisata, khususnya wisata desa, Jawa Timur. Dia adalah Dr. Sri Endah Nurhidayati, S.Sos, Msi., tamu jatimkini.id Minggu ini, yang sehari-hari menjadi dosen di Fakultas Vokasi Universitas Airlangga.

Majalah Tilik Desa fokus mengangkat potensi ekonomi dan usaha di pedesaan. Selain itu mencoba mengaitkan dengan hal dan juga kebutuhan yang lebih besar. Pada masa itu sektor pariwisata masih belum dilirik sebagai sektor yang menjanjikan.

“Dari liputan saya sebenarnya banyak sekali hal yang bisa diidentifikasi dari pariwisata setempat seperti kampung koi di Blitar, Benteng Pendem Ngawi, agrowisata di Batu dan Malang, wisata hutan di Caruban, budaya lokal yang beragam sampai makanan tradisional di hampir 38 kabupaten/kota di Jatim. Meskipun liputannya masalah potensi ekonomi namun data tentang potensi pariwisata sebenarnya tercatat. Waktu itu sempat ada gerakan One Village One Product (OVOP) yang menjadi program utama Gubernur Jawa Timur Basofi Soedirman, namun belum menyentuh ke arah pariwisata sebagai produk ekonomi,” ungkap Sri Endah kepada jatimkini.id.

Selama menjadi wartawan di Tilik Desa, Sri Endah mengaku banyak menemui sentra-sentra produk yang tersembunyi seperti tanaman suweg (porang) yang sekarang ramai. Selain itu, upaya Sri Endah tidak hanya sekadar meliput, namun juga mempelajari berbagai macam hal.

Kehidupan masyarakat desa merupakan hal yang menarik, sederhana, otentik. Potensi-potensi seperti inilah yang memungkinkan adanya perkembangan daya tarik sebagai desa wisata. Selain wilayah yang dijadikan sebagai potensi, namun budaya hingga makanan juga harus diperhatikan sebagai penambah cita rasa untuk menarik masyarakat luar datang.

“Setelah beberapa tahun menjadi wartawan, saya mendapat panggilan back to campus untuk mendaftar PNS. Ceritanya saya dapat beasiwa Tunjangan Ikatan Dinas (TID) di mana salah satu kewajibannya menjadi dosen di almamater. Kebetulan waktu itu Universitas Airlangga sedang mendirikan D3 Pariwisata. Saya ikut serangkaian tes PNS dan diterima sebagai CPNS. Waktu itu tahun 1998 saya resmi mengundurkan diri dan mulai berkarir sebagai dosen. Tahun 2003 mengambil S2 dan 2005 mengambil program S3. Sampai sekarang masih berkaris di D3 Pariwisata yang sekarang sudah menjadi D4 Destinasi Pariwisata,” ungkapnya.

Sebagai seorang dosen dan juga pengamat pariwisata, desa bagi masyarakat adalah hal yang menarik dan unik dalam membentuk desa wisata. Menurutnya ada dua model pengembangan desa sebagai daya tarik wisata yaitu desa wisata dan wisata desa.

Wisata desa adalah daya tarik wisata yang secara geografis atau administratif berada di desa. Misalnya taman tematik di desa, waterspash yang berlokasi di desa, dan sebagainya. Sedangkan desa wisata adalah bentuk wisata di mana daya tariknya adalah keseluruhan desa mulai atraksi wisata, fasilitas di pedesaan (akomodasi desa/homestay, makan minum, oleh-oleh, dan lain-lain), akses menuju desa (transportasi jalan, rute, dan lain-lain), dan kelembagaan (pengelola wisata desa, dukungan pemerintah desa, dan keterlibatan masyarakat).

“Pada situasi pasca pandemi, industri pariwisata mengalami pergeseran dari wisata yang berkarakter massive (rombongan, berkelompok besar) menjadi lebih individualistis atau kelompok kecil. Orang bepergian ke tempat yang tidak terlala jauh. Dari aspek jenis wisata, tempat yang outdoor, banyak oksigen, panorama, menarik, terbuka, dan tidak padat pengunjung menjadi salah satu alternatif tempat wisata selain kategori sport wisata dan wellness/health tourism,” ungkapnya.

Desa wisata sangat memenuhi syarat sebagai bentuk obyek wisata yang tepat di masa pandemik/pasca pandemi. Pengembangan desa wisata sendiri sangat memberi dampak hampir ke seluruh komponen masyarakat melalui multiltier effeck (ekonomi) dan dampak sosial budaya. Mengembangkan desa wisata dapat menggerakkan perekonomian desa. Hal ini yang membuat pemerintah semangat membuat gebrakan dibidang wisata desa.

“Mengembangkan desa wisata artinya mengembangkan kearifan lokal yang ada di wilayah masing-masing bukan copy paste apa yang berkembang di suatu desa dan dicopy di desa lain, padahal karakternya tidak sama. Mengebangkan desa wisata harus berani mengeksplorasi budaya, kehidupan masyarakt setempat, menu lokal, kebiasaan setempat, cerita rakyat/mitos (story telling), dan melibatkan masyarakat desa sebagai pelaku utama,” katanya.

Karena itu, lanjut Sri Indah, perlu pendampingan bagi masyarakat desa untuk memahami cara kerja industri pariwisata, mengembangkan produk wisata berbasis desa, pelayanan pariwisata berbasis kearifan lokal, mengngkat makanan lokal menjadi sajian wisatawan, mengangkat homestay, dan mengangkat/menggali potensi lain nya yg tidak dimiliki desa lain (misalnya etnomedicine, susur goa, susur sungai, situs sejarah, ziarah, dan lain-lain).

Pewarta: Adnan Guntur

Sumber: https://www.jatimkini.id/2022/02/06/sri-endah-nurhidayati-dari-wartawati-pedesaan-kini-jadi-pengamat-dan-praktisi-wisata-desa/

Share Media Sosmed

Pilihan Kategori

Name Link
Form permohonan peliputan, publikasi dan penerbitan
Panduan Prosedur Peliputan
Panduan Penulisan Artikel

Pastikan karya kamu sesuai panduan yang ada ya voks, tetap semangat!