VOKASI UNAIR

Angka Kejadian Tuberkulosis Paru di Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya Tahun 2022

ilustrasi tuberkulosis paru/dokumen dari penulis

VOKASI NEWS – Angka kejadian tuberkulosis paru di Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya Tahun 2022,

Penyakit  Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang masih mendapatkan perhatian khusus dan menjadi masalah utama kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Tuberkulosis merupakan penyakit kronik menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Infeksi bakteri TB sebagian besar mengenai parenkim paru dan menyebabkan TB paru, namun juga memiliki kemampuan untuk menginfeksi organ lain seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya (Kemenkes RI, 2020).

[BACA JUGA: Deteksi Dini Stroke Iskemik Akut dengan Cepat Menggunakan Magnetic Resonance Imaging (Mri)]

Faktor Risiko Tuberkulosis

Dalam Buku Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis oleh Kementrian Kesehatan tahun 2022, menjelaskan bahwa terdapat beberapa kelompok yang memiliki risiko lebih tinggi mengalami penyakit TB. Yaitu orang dengan HIV positif atau penyakit imunokompromais lain. Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan jangka panjang, perokok, konsumsi alkohol tinggi, anak usia <5 tahun dan lansia. Selain itu, ada pula orang yang melakukan kontak erat dengan penderita TB yang infeksisus, berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi TB serta petugas kesehatan.

Kasus Tuberkulosis di Indonesia

Berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2022, perkiraan jumlah kasus TB di Indonesia pada tahun 2021 sebanyak 969.000 kasus. Angka tersebut naik 17% dari tahun 2020, diperkirakan sebanyak 824.000 kasus. Jumlah kasus TB di Indonesia yang ditemukan hanya sebesar 443.235 (45,7%) kasus, sedangkan ada 525.765 (54,3%) kasus lainnya belum ditemukan dan dilaporkan. Kasus TB paling banyak ditemukan di Jawa Barat, diikuti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kasus TB di ketiga provinsi tersebut menyumbang angka sebesar 44% dari jumlah seluruh kasus TB di Indonesia.

Metode Diagnosis Tuberkulosis

Diagnosis dan pengobatan TB sedini mungkin penting dilakukan sebagai upaya pencegahan penularan penyakit atau transmisi di masyarakat. Metode diagnosis TB dilakukan dengan cara pewarnaan ZN (Ziehl Neelsen) dan kultur sebagai gold standard. Namun pada tahun 2010, WHO resmi memberikan rekomendasi untuk diagnosis TB dengan metode diagnostik cepat yaitu Tes Cepat Molekuler (TCM) Xpert MTB/RIF.

Angka Kejadian Tuberkulosis Paru

Angka kejadian TB Paru di Rumah Sakit Universitas Airlangga tahun 2022 yaitu 146 pasien. Kasus TB paling banyak ditemukan pada kelompok Lansia (46-65 tahun) yaitu sebanyak 63 orang (43%), diantaranya 39 orang laki-laki (27%) dan 24 orang perempuan (16%). Kelompok yang lain yaitu dewasa (26-45 tahun) sebanyak 26 orang laki-laki (18%). 14 orang perempuan (9%), remaja (12-25 tahun) sebanyak 12 orang laki-laki (8%) dan 13 orang perempuan (9%). Manula atas (>65 tahun) sebanyak 12 orang laki-laki (8%) dan 6 orang perempuan (4%).

Berdasarkan jenis kelamin, proporsi pasien TB paru pada laki-laki lebih besar daripada perempuan. Jumlah pasien laki- laki yang menderita TB paru adalah sebanyak 89 orang (61%), sedangkan perempuan sebanyak 57 orang (39%). Menurut Dotulang (2015), menyatakan bahwa banyaknya kejadian TB paru pada laki-laki dibandingkan perempuan disebabkan karena laki-laki memiliki mobilitas yang tinggi daripada perempuan sehingga kemungkinan terpapar TB paru lebih besar, selain itu kebiasaan merokok dan mengonsumsi alkohol yang dapat menurunkan imunitas tubuh menyebabkan laki-laki lebih rentan terinfeksi TB paru.

TB resisten rifampisin (RR-TB)

Berdasarkan 146 data pasien TB paru yang ditemukan di Rumah Sakit Universitas Airlangga tahun 2022. Diantaranya terdapat pasien yang terinfeksi TB resisten terhadap satu obat anti tuberkulosis yaitu rifampisin (RR-TB). Angka kejadian RR-TB yaitu 8 orang dari 146 pasien TB paru atau sekitar 5%. Menurut Janan (2019), menyatakan bahwa faktor kepatuhan minum obat dan kesesuaian pengobatan mempunyai pengaruh yang besar terhadap peningkatan prevalensi kejadian TB resisten obat termasuk rifampisin. Faktor kepatuhan minum obat berisiko 6,7 kali lebih besar daripada pasien yang patuh minum obat, sementara kesesuaian pengobatan memiliki risiko 5,3 kali lebih besar terinfeksi TB resisten obat daripada pasien yang sesuai dalam mendaptkan pengobatan.

 ***

Penulis                        : Rofiqoh Shofiyah Cahya Putri

Dosen Pembimbing    : Dwi Wahyu Indriati

Program Studi             : D3 Teknologi Laboratorium Medis

Editor                          : Oky Sapto Mugi Saputro – Tim Branding Fakultas Vokasi UNAIR

Share Media Sosmed

Pilihan Kategori

Name Link
Form permohonan peliputan, publikasi dan penerbitan
Panduan Prosedur Peliputan
Panduan Penulisan Artikel

Pastikan karya kamu sesuai panduan yang ada ya voks, tetap semangat!